
.CO.ID, JAKARTA – Mentan Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa ada entitas asing yang berharap Indonesia tetap menjadi negara importir beras dan tidak mampu mencapai swasembada pangan, terutama pada sektor produksi komoditas penting bagi nasional tersebut.
“Ya, hal tersebut memang benar adanya (beberapa negara berharap agar Indonesia terus melakukan impor beras). Tidak ada satu pun negara di seluruh dunia saat ini yang menghendaki atau khususnya para eksporir, untuk melihat Indonesia mandiri dalam sektor pangan,” ungkap Amran ketika ditemui pada kesempatan rapat koordinasi nasional bersama lebih dari 37ribu penyuluh pertanian baik secara on-line maupun offline di Jakarta, Sabtu (26/4/2025).
Mentan menyampaikan hal tersebut saat dimintai keterangan oleh jurnalis tentang pernyataan Wakil Menteri Pertanian Sudaryono pada rapat itu, di mana dia menegaskan bahwa ada sebuah institusi di AS yang mencatat adanya peningkatan signifikan dalam produksi pertanian Indonesia, terutama untuk komoditas padi.
Merespon perihal tersebut, Mentan mengakui dan memverifikasi bahwa ia sudah menerima laporan dari institusi bernama US Division of Agriculture (USDA).
“Mereka mendapatkan informasi kemarin dari institusi AS, yaitu USDA, yang menyebutkan lonjakan produksi di Indonesia sangat besar sehingga hal ini membuat ekspor_negara_lain kecewa,” jelas Menteri Pertanian.
Berdasarkan pernyataan Menteri Pertanian, beberapa negara penghasil beras menghendaki Indonesia tetap sebagai pembeli luar negeri, daripada menjadi negara mandiri dalam memenuhi keperluan pangan lokalnya. Menurut pandangannya, kenaikan hasil panen beras di tanah air telah menyebabkan sebagian besar negara produsen tersebut merasa letdown, akibat berkurangnya kesempatan bagi mereka untuk menjual produk kepada pasarnya, yang biasanya merupakan destinasi penting.
Mentan sempat mengatakan bahwa persediaan beras cadangan pemerintah (CBP) saat ini mencakup 3,18 juta ton dan tersimpan di gudang-gudang milik Perum Bulog. Jumlah tersebut diklaim sebagai angka tertinggi selama 23 tahun belakangan, termasuk yang tertinggi semenjak kemerdekaan Indonesia.
Akan tetapi, menurut Menteri Pertanian, hal itu merupakan suatu kejadian biasa dan umum terjadi dalam ranah perdagangan karena para pengekspor pastinya berusaha untuk menjaga pangsa pasarnya, termasuk di bidang pertanian.
“Eksportir berharap agar Indonesia tidak menjadi negara yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, kenapa? Kami adalah pasar mereka. Hal ini tentu saja wajar, hal ini commonplace, dan bahkan dianggap sebagai sesuatu yang seharusnya terjadi,” ungkap Menteri Pertanian tersebut.
Wakil Menteri Pertanian Sudaryono saat menyampaikan pidato pada Rapat Koordinasi Nasional yang dihadiri oleh 37 ribu Petugas Pembinaan Perkebunan tersebut menuturkan bahwa terdapat sebuah institusi dari Amerika Serikat yang telah mencatat perkembangan hutan international, dimana posisinya untuk Indonesia disebut makin kokoh, sedangkan bagi Thailand serta negara-negara sekitarnya dirasakan cukup berat.
Tiap tahun, kata Wamen, selalu ada kelompok yang berkeinginan agar Indonesia tetap melakukan impor beras, entah itu dari dalam negeri mereka atau pun negara lain yang mau terus memasarkan berasnya ke Indonesia.
Tetapi seperti yang telah diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto, goal untuk tahun ini adalah Indonesia tidak akan mengimpor beras, tidak akan mengimpor jagung, tidak akan mengimpor garam konsumsi, serta tidak akan mengimpor gula konsumsi,” ungkap Menteri Pertanian.
Terakhir kalinya Indonesia melakukan impor beras skala besar adalah di tahun 2024. Berdasarkan informasi dari Badan Pusat Statistik (BPS), sampai bulan November 2024, negara ini sudah memasukkan sekitar 3,85 juta ton beras ke dalam negeri, naik tajam 62 persen jika dibandingkan dengan periode serupa pada tahun sebelumnya.
Impor tersebut sebagian besar datang dari Thailand (1,19 juta ton), Vietnam (1,12 juta ton), dan Myanmar (642.000 ton). Akan tetapi, di awal tahun 2025, pihak berwenang Indonesia menyatakan niat mereka untuk menahan diri dari impor beras demi mendukung ketahanan pangan dalam negeri.
Sebaliknya, Perum Bulog bertujuan untuk mengadakan tiga juta ton beras dari hasil produksi dalam negeri, naik hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.