
Pemerintah menerbitkan Perpres (Peraturan Presiden) baru tentang PBJ (Pengadaan Barang dan Jasa) Pemerintah, yakni Perpres Nomor 46 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang PBJ Pemerintah. Regulasi baru itu mengatur tentang kewajiban pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD untuk membeli produk yang memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Produk Dalam Negeri (PDN).
Dalam perpres tersebut, dijabarkan urutan prioritas belanja pemerintah atas produk ber-TKDN dan PDN. Diantaranya, pertama, jika ada produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP (Bobot Manfaat Perusahaan)-nya lebih dari 40 persen, maka yang bisa dibeli pemerintah melalui PBJ adalah produk yang ber-TKDN di atas 25 persen.
Selanjutnya, kedua, jika tidak ada produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP-nya di atas 40 persen, tapi ada produk yang memiliki skor TKDN di atas 25 persen, maka produk yang memiliki skor TKDN di atas 25 persen bisa dibeli pemerintah melalui PBJ Pemerintah.
Ketiga, jika tidak ada produk yang ber-TKDN di atas 25 persen, maka pemerintah bisa membeli produk yang ber-TKDN lebih rendah dari 25 persen. Terakhir, keempat, jika tidak ada produk yang bersertifikat TKDN, maka pemerintah bisa membeli PDN yang terdata dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS).
“Kami dan perusahaan industri sangat mengapresiasi. Regulasi ini menjadi angin segar bagi industri di tengah tekanan call for domestik saat ini, terutama bagi industri yang menghasilkan produk yang dibeli oleh pemerintah dan BUMN serta BUMD,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Sektor industri juga mengapresiasi munculnya ayat baru pada pasal 66 Perpres Nomor 46 Tahun 2025, yang mengatur tentang urutan prioritas belanja pemerintah dan BUMN/BUMD. Dalam aturan baru ini, pemerintah wajib memprioritaskan membeli produk ber-TKDN atau PDN dibandingkan produk impor.
Regulasi baru itu memperbaiki regulasi sebelumnya, yaitu Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang PBJ Pemerintah. Pada Perpres tersebut, pemerintah bisa langsung membeli produk impor ketika industri dalam negeri belum mampu menyediakan produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP-nya di atas 40 persen. Regulasi baru ini juga mengatur urutan prioritas belanja pemerintah atas produk ber-TKDN dan PDN yang belum diatur dalam regulasi lama.
“Regulasi baru ini sejalan arahan Presiden dalam Sarasehan Ekonomi di gedung Mandiri pada pertengahan bulan April lalu. Presiden meminta agar kebijakan TKDN direlaksasi dan diubah menjadi insentif. Regulasi PBJ ini telah sesuai dengan arahan Presiden tersebut,” urai Agus.
Sebelumnya, Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie menyebutkan bahwa dana pembelanjaan pemerintah untuk keperluan pengadaan barang dan jasa dapat menembus angka astronomis senilai Rp 1.200 triliun.
Mengingat besarnya anggaran yang dialokasikan untuk pembelian barang dan jasa pemerintah, Anindya mengharapkan kesempatan ini juga dapat dieksplorasi oleh pebisnis dari berbagai daerah di negara ini. Mereka harus mampu menawarkan produk ataupun layanan unggulan mereka agar dapat dipertimbangkan dalam proses pengadaan pemerintahan tersebut.
“Maka bagi Kadin selaku payung untuk sektor bisnis serta tentunya menjadi mitre strategis pemerintah dalam urusan bisnis, hal ini sangatlah penting dan tepat sasaran. Sebab dengan demikian, kami dapat membantu memperkuat sahabat-sahabat dari kalangan usaha domestik maupun lokal,” jelas Anindya.